KMRS-Jakarta Keselamatan dan Kesehatan Publik Terancam, Pemerintah Harus Tunda Pilkada Serentak ke 2021




Jakarta-Salus Populi Suprema Lex Esto; Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi.

Istilah ini rasanya sangat cocok untuk diterapkan dikondisi saat ini, mengingat polemik mengenai terus berlangsungnya pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 desember 2020 yang terus mengancam keselamatan masyarakat.


Peningkatan kasus positif corona pada hari ini meningkatkan kecemasaan masyarakat, akibat dari munculnya kluster-kluster baru covid-19, untuk pegawai KPU RI saja sudah mengkonfirmasi 21 terdampak covid-19 sedangkan untuk paslon yang terdampak covid-19 seperti yang disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum telah mencapai 60 calon dinyatakan positif, laporan tersebut didapatkan setelah calon mengikuti pemeriksaan swab test. Peningkatan kasus covid dimasyarakat juga meningkat rata-rata 2.500 kasus setiap hari dengan peta penyebaran yang makin merata diseluruh Indoneisa.


Hal tersebut kiranya sangat wajar terjadi, disamping begitu banyak nya paslon yang tidak menerapkan protokol kesehatan serta banyaknya peraturan yang dilanggar seperti Pasal 49 Ayat (3) PKPU 6/2020 menyebutkan, pendaftaran calon hanya boleh dihadiri; (a) ketua dan sekretaris atau sebutan lain partai politik dan/atau gabungan partai politik pengusul dan bakal calon. Kemudian (b) bakal pasangan calon perseorangan. 


Namun yang terjadi dibanyak daerah euforia dalam pendaftaran paslon yang menghadirkan kerumunan massa,hal tersebut semakin mengkhawatirkan terlebih jika pilkada 2020 tetap berlangsung kampanye-kampanye yang pasti akan dilakukan paslon tentunya akan semakin meningkatkan kluster-kluster baru bahkan tidak menutup kemungkinan para paslon akan melakukan kampanye akbar.


Lemahnya pengawasan serta sikap Bawaslu yang terlihat membiarkan saja para paslon yang melanggar protocol covid-19 sangat membahayakan, bukan hanya membahayakan terhadap  paslon yang akan bertarung tapi juga keselamatan masyarakat. 


Sudah semestinya keselamatan masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam pesta demokrasi 5 tahun sekali ini. Tindakan tegas Bawaslu dalam pengawasan pemilu Kembali juga ikut dipertanyakan, bagaimaa tindak lanjut atas kejadian yang nyata terjadi pada proses pendaftaran paslon tersebut.


Komite Mahasiswa Rantau SUMUT Jakarta (KMRS-Jakarta) menanyakan perihal urgensi pemilihan umum pada masa pandemi covid-19, apakah ditengah situasi menuju krisis seperti hari ini, melakukan pergantian kepala daerah masih dikatakan  efektif? Polemik yang akan muncul adalah, bagaimana nantinya implementasi segala bentuk visi misi serta gagasan kampanye yang di obral di masyarakat saat pilkada ini dapat langsung direalisasikan, sebab juga yang harus menjadi fokus utama pejabat daerah pada saat ini adalah penaggulangan pandemic covid-19.


Maka dari itu, Ridho Akbar Al-Fansyuri Silaban selaku Ketua KMRS meminta pemerintah untuk segera mengambil ruang atau celah yang ada di dalam UU nomor 6 Tahun 2020 yang memberikan ruang untuk menunda Pilkada pada tahun berikutnya.


Disamping itu juga, disituasi pandemic seperti saat ini menyulitkan para paslon dalam melakukan sosialisasi, sebab paslon yang terdampak covid-19 harus melakukan karantina selama 14 hari demi keselamatan. Memaksakan penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudharat daripada manfaat. Diantaranya, terpaparnya banyak orang yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada dengan COVID-19, politisasi bantuan sosial, kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non petahana, dan turunnya partisipasi pemilih.

0 Comments

Post a Comment