Agama dan Etnisitas dalam Dinamika Politik di Negara Indonesia

Oleh: Pebra Alvika (Badko HMI Sumatera Barat)


Pemilu 2024 di Negara indonesia akan membuktikan bagaimana demokrasi di indonesia kedepannya. Namun, itu juga akan mengungkapkan bagaimana politik identitas membentuk kembali lanskap pemilihan di negara yang diduduki oleh berbagai etnis dan agama ini. Hasil pemilu nantinya digadang-gadangkan akan menghidupkan perbedaan kelompok, meskipun negara Indonesia berasas kan demokrasi. Tidak peduli seberapa banyak pihak mengatakan bahwa beberapa politisi akan berpihak pada pluralisme demokrasi, dan juga di pemilu 2024 nantinya akan berbicara tentang politik identitas.

Itu tidak mengejutkan, sebab partai-partai politik Di Negara Indonesia pada dasarnya dengan tujuan memperebutkan kekuasaan. Ini tidak seperti di Singapura, di mana semua partai politik yang layak adalah multirasial dalam komposisi dan daya tarik elektoral.

Pemilihan umum ini juga akan menunjukkan bagaimana politik identitas mempengaruhi masyarakat dengan embel-embel perubahan, khususnya menarik simpati kaum muda, yang prihatin dengan masalah ekonomi seperti korupsi dan meningkatnya biaya hidup. 

Di indonesia paham sekuler masih menjadi Kekhawatiran, karena sekuler ini melintasi divisi etnis di Negara Indonesia. Jika pilihan rasial-agama menang atas isu-isu sekuler, pemerintahan Indonesia diperkirakan akan mengeras di sepanjang garis etnis. 

Berkaca pada masa jabatan presiden, Jokowi pernah mendapatakan kritikan dari kelompok-kelompok Islam garis keras karena hubungannya yang dekat dengan Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, mantan gubernur Jakarta yang pernah dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena penodaan agama. Jokowi juga melarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah kelompok yang mendukung kekhalifahan Islam. Stigma anti-Islam Jokowi mengakibatkan sejumlah kelompok Islam konservatif dan garis keras memberikan dukungan mereka kepada calon presiden saingannya Prabowo Subianto.

Perbedaan budaya dan teologis yang sudah berlangsung lama antara kelompok Islam tradisionalis moderat ( Sarungan ) dan kelompok Islam konservatif garis keras ( Cingkrangan) , yang dipengaruhi oleh interpretasi Wahhabi–Salafi, telah meningkat ke ranah elektoral dan politik.

Dimana Internet menyediakan sumber daya yang belum pernah ada sebelumnya dalam menafsirkan Islam. Pertumbuhan penggunaannya di kalangan umat Islam Indonesia telah meningkatkan penyebaran berbagai bentuk Islam. Muslim Indonesia sekarang memiliki akses ke beragam pendapat tentang pemikiran Islam dari berbagai sumber dan seringkali palsu. Di masa lalu, umat Islam akan mencermati fatwa dari Mujtahid, ulama berwibawa yang menggunakan penalaran independen ( ijtihad ) dalam menafsirkan hukum Islam, baik dari NU atau Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU. Kini, melalui internet, setiap individu bisa menjadi Mujtahid lepas . Internet telah menantang penalaran yang ketat dan hierarki yang mapan dari lembaga-lembaga Islam formal di Indonesia.

Selama dua dekade terakhir, penggunaan internet untuk dakwah agama telah dibajak oleh kelompok Islam garis keras, konservatif dan seringkali informal. Ciri khas kelompok konservatif ini adalah interpretasi literal mereka tentang Islam. Menurut Hadits, misalnya, pria Muslim harus mengenakan celana panjang sedikit di atas mata kaki (' Cingkrangan '). Namun sebaliknya, kelompok Sarungan lebih menekankan pada 'proses' untuk mencapai pemahaman dasar Al-Qur'an. Kelompok Sarungan menggunakan metode ta'wil sebagai sarana untuk menyelaraskan makna Al-Qur'an dengan doktrin mereka sendiri, berpendapat bahwa pemahaman esoteris atau metafisik teks terbukti menjadi praktik yang lebih baik, daripada menafsirkannya secara harfiah.

Untuk kelompok Sarungan, isbaal ( pakaian di bawah mata kaki) adalah masalah ijtihad . Mayoritas ulama sepakat bahwa itu tidak haram ( haram ), kecuali jika motivasinya lahir dari kesombongan. Kelompok Sarungan ini didasarkan pada pendidikan Islam formal ( pesantren) dan ditandai dengan pemakaian sarung dalam kehidupan sehari-hari, mirip dengan pakaian yang dikenakan oleh Ma'ruf Amin.

Kedua kelompok ini kini mendominasi wacana politik Islam di Indonesia. Kelompok Sarungan dikenal sebagai pendukung setia Islam Nusantara, perpaduan khas Islam yang telah mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi dan vernakularisasi dalam lingkungan sosial budaya Indonesia.

Islam Nusantara adalah produk teologi Islam yang mengedepankan moderasi, kasih sayang, anti radikalisme, inklusivitas, dan toleransi. Pada spektrum yang berlawanan adalah kelompok Cingkrangan yang menekankan teologi yang diilhami oleh gerakan fundamentalis Salafi-Wahabi. Akibat penggunaan agama untuk kepentingan kampanye, berarti politik identitas agama tetap ada, dengan konsekuensi memecah belah dan melemahkan masa depan bangsa Indonesia.

0 Comments

Post a Comment