Surau Rusak Nagari Binaso



Penulis : Pebriyaldi Malin Batuwah, S.HI, MH (Ketua PCNU Sijunjung)

MINANGTIME.COM, OPINI - Surau adalah Simbol Nagari artinya maju mundurnya sebuah Nagari di Minangkabau bisa diukur dari kemajuan atau kemunduran sebuah Surau di dalam suatu Nagari. Semangat Kembali Kesurau merupakan satu hisapan nafas dengan semangat Kembali Banagari yang digaungkan oleh masyarakat Minanggakabau ketika kebijakan desentralisasi menemukan momentumnya 24 tahun yang silam. Semangat tersebut tidak terlepas dari romantisme sejarah yang merupakan Surau sebagai sistim yang melahirkan sebuah simbol kearifan lokal yang banyak melahirkan ulama-ulama besar (Local Geneius) di Ranah Minang yang berperan penting di ranah Nasional bahkan Internasinal.

Jika kita lihat dari dinamika perkembangannya, surau merupakan urat nadi sosial kultural orang minang, hal ini bisa kita lihat dari awal perkembangan surau yang merupakan pasangan rumah gadang yang harus didirikan atau dibangun di dalam suku untuk tempat tidur kaum laki-laki selajutnya menjadi tempat bersilat dan mengaji di dalam Nagari, dinamika surau terus berkembang sehingga banyak pembaharuan-pembaharuan yang dilalui oleh surau mulai dari pembaharuan sistim, pendidikan, kepemimpinan hingga ada yang membagi kepada surau tradisional dan surau modernis.

Jika kita bercerita tentang romantisme sejarah Surau di Minangkabau mungkin akan bisa berhari hari bahkan berlembar lembar kertas yang harus kita paparkan tetapi jika hari ini kita sebagai anak Nagari yang merupakan pemegang tanggungjawab keberlansuangan Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ Mangato Adat Mamakai Camin Nan Indak Kakabuah Palito Nan Indak Ka Padam Sepakat bahwa surau adalah Simbol kecerdasar spiritual anak Nagari, maka tidak mungkin kita membiarkan simbol-simbol tersebut dikoyak, dirobek, diruntuhakan oleh perkembangan zaman bahkan banyak surau-surau yang kosong. Apakah surau kosong ini akan kita biarkan diisi oleh hantu-hantu? Ditengah maraknya dan berjamurnya rumah-rumah yang dijadikan fungsinya sebagai surau namun berbeda dengan semangat dan sistim surau tersebut, apakah ini sebuah kemajuan atau kemunduran? Hal ini bukan untuk menyindir para mujahidin yang mendirikan rumah-rumah tahfidz tetapi sebaliknya meletakan harapan besar untuk menjaga simbol yang kita sepakati bersama sebagai orang Minangakabau.

Melihat fenomena yang berkembang hari ini perlu kita bersepakat bersama bahwa semangat Kembali Kesurau perlu kita kawal bersama tanpa menapikan perkembangan yang ada artinya fungsi surau perlu kita kembalikan sebagai tempat pendidikan agama bagi anak Nagari dengan kolaborasi perkembangan semangat melahirkan para penghafal Qur’an. Jika surau mampu melahirkan para penghafal Qur’an maka surau sukses menjawab perkembangan tersebut namun bagaimana kolaborasi besar ini terwujud? Apakah bisa kita sepakati untuk mendeklarasikan ini dari Nagari menjadikan seluruh surau yang ada sebagai Surau Tahfizd.

Langka ini memerlukan kekuatan bersama baik dari masyarakat, pemerintahan Nagari, tokoh adat, agama dan pemangku kepentingan terkait yang perlu di motori oleh Nagari sebagai basis jalannya pemerintahan. Tawaran penulis sebagai langkah kongkrit yang perlu kita jalani pertama Melakukan singkronisasi pendidikan umum dengan surau sebagai contoh Nagari harus melahirkan Peraturan Nagari tentang Wajib Kasurau kedua Membuat kurikulum pendidikan surau berbasis Nagari ketiga melakukan sosialisasi secara bersama bahwa surau adalah sebuah simbol adat dan agama sehingga tanggungjawab bapak kepada anak maupun tanggungjawab mamak kepada kemenakan akan menjadi harmoni.

0 Comments

Post a Comment