PDIP dan Golkar Tolak Bawa RUU PPRT Ke Rapat Paripurna, Sekum Kohati PB HMI: Fakta Miris Parlemen Indonesia

 



MINANGTIME.COM, JAKARTA - Pekerja rumah tangga (PRT) merupakan pekerjaan di dunia. Di dunia jumlahnya mencapai 87 juta jiwa dan di Indonesia jumlah PRT lebih dari 4 juta orang. Jumlah ini belum ditambah dengan TKI yang berkerja di luar negeri yang tidak sedikit bekerja di wilayah domestik. Baik di dalam dan luar negeri, kekerasan hingga pembunuhan terhadap PRT sering terjadi dan tidak sedikit dari kasus yang terungkap berakhir tidak pasti atau penyelesaikan kasus yang tidak adil dikarenakan lemahnya payung hukum untuk dijadikan pembelaan. 


Diskusi Kohati PB HMI hari ini (22/12/2021) mengupas realitas PRT di Indonesia dan menegaskan urgensi RUU PPRT untuk segera disahkan. Diskusi ini dihadiri oleh Ninik Rahayu, Tenaga Profesional Lemhanas RI, Nurkhasanah dari JALA PRT, Syamsurmarlin, Direktur Utama Bakornas LKBHMI, dan H. Yayat Syariful Hidayat, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Hasil diskusi menyimpulkan bahwa, PRT membutuhkan payung hukum untuk memastikan haknya terpenuhi secara mendasar dan menyeluruh. Sekalipun saat ini sudah ada kebijakan yang terkait dengan PRT, tetapi belum cukup memberikan kepastian keadilan, keamanan dan kesejahteraan bagi PRT. 


Dapat dikatakan, RUU ini sepertinya tidak menjadi prioritas negara sehingga 17 tahun sejak diusulkan belum saja disahkan. Perkembangan terkini, RUU PPRT ditolak oleh Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar untuk dibawa ke Rapat Paripurna. "Ini miris. Informasi yang tidak transparan terkait alasan kenapa kedua partai tersebut menolak juga semakin membuat kecewa", ujar Sekum Kohati PB HMI, Imayati Kalean ketika dikonfirmasi. 


"Seharusnya RUU ini sudah clear. Sudah masuk Bamus, tetapi terkendala dibawa ke Rapat Paripurna  karena dua fraksi terbesar di parlemen tersebut menolak. Ini jelas-jelas bentuk diskriminasi oleh kedua fraksi tersebut kepada PRT", jelasnya lagi. Hingga saat ini memang belum ada penjelasan yang memuaskan dari kedua fraksi tersebut kenapa menolak. Sebagai fraksi terbesar, tentunya memiliki pengaruh yang juga besar. Sekalipun mayoritas fraksi setuju, tetapi penolakannya sangat mempengaruhi kelancaran pengesahan RUU PPRT.


Membuat produk UU memang sudah tugas DPR RI. Alasan karena banyaknya RUU yang harus dibahas menjadi alasan tertundanya pengesahan RUU PPRT cukup membingunkan. Ini hanya persoalan prioritas dan keberpihakan parlemen terhadap RUU PPRT. 


"Jika masih alot, semoga RUU ini dapat segera disahkan tahun 2022. Ini persoalan kemanusiaan yang darurat untuk segera disikapi. Parlemen jangan tutup mata tentang realitas PRT yang sangat rentan", tutup Imayati dengan menyampaikan harapannya. (Ira/Zaki)

0 Comments

Post a Comment