Kantong Pejabat Penuh di Tengah Masyarakat Miskin

 



Oleh : Violandari ( Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol Padang Angkatan  2018 )


MINANGTIME - Deputi pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan adanya kenaikan harta kekayaan pejabat negara sebesar 70 persen berdasarkan laporan dari LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) selama setahun terakhir.  

Disaat masyarakat dan para pelaku usaha mengalami kemunduran dan terganggu perekonomiannya akibat Covid-19 melanda itu merupakan hal yang sangat nyata. Mereka tidak memikirkan bagaimana mendapatkan untung dan laba, tetapi mereka berpikir bagaimana cara bertahan dimasa seperti ini. 


Disaat masyarakat memikirkan bagaimana cara bisnisnya tetap bertahan, tidak gulung tikar dan tidak di PHK, ataupun  dirumahkan, ternyata ada beberapa pejabat elit yang terus bertambah kekayaannya. Pahala mencatat sebanyak 70% harta kekayaan pejabat naik dimasa pandemi. Pahala juga mengungkapkan kebanyakan dikalangan Kementrian sebesar 58%, DPR/MPR 45%. Tidak hanya dikalangan Kementrian ataupun Anggota DPR namun pejabat daerah di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota juga mengalami pertambahan yaitu sebesar 30% DPRD Provinsi, untuk Gubernur/wakil 18% dan terakhir DPRD Kota/Kabupaten 11%. 


Pemerintah sibuk memperkaya dirinya dengan harta yang banyak, sementara mereka tidak melihat masyarakat yang kelaparan dan kekurangan, tinggal di jalanan dan kadang makan nasi sisa. Kenaikan harta oknum pejabat negara yang tidak wajar membuat kita bertanya-tanya. Mengapa kenaikan itu hanya terjadi pada beberapa orang saja secara bersamaan? Kenaikan harta tersebut sebenarnya hal yang wajar jika kekayaan seseorang bertambah karena ada bisnis di samping pekerjaan nya, namun bisis apakah yang profitnya bisa mencapai miliaran rupiah dalam satu tahun? Diantara pejabat yang kekayaannya naik selama pandemi antara lain Menteri kelautan dam perikanan (Wahyu Sakti Trenggono) dengan penambahan harta Rp 481 M, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) dengan kenaikan Rp 67.7 M, Menteri Pertahanan (Prabowo Subianto) dengan penambahan harta Rp 23.3 M, Menteri Komunikasi dan Informatika (Johnny G.Plate) sebesar Rp 17.7 M dan Menteri Agama (Yaqut Cholil Qoumas) dengan kenaikan hartanya lebih dari 1000 persen senilai Rp 10.2 M. 


Rakyat semakin menderita

Sistem perekonomian Indonesia saat ini bisa dibilang mengarah ke ekonomi oligarki yang mana sistem ini menyebabkan keuntungan itu lebih berpihak kepada pejabar negara bukan rakyat. Pademi tidak bisa dijadikan kambing hitam atas kemiskinan, namun bisa dipungkiri rakyat semakin miskin karena uang yang beredar yang di ambil dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum pejabat negara, entah itu untuk mereka berbisnis, berinvestasi atau apapun itu. 


Jumlah rakyat miskin semakin bertambah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin pada maret mencapai 27,54 juta orang. Dimana letak hati nurani dari para pejabat ini, dan apa sebenarnya yang mengakibatkan para pejabat ini tidak peka dengan jeritan hati rakyat? 


Fenomena bertambahnya kekayaan para pejabat ditengah penderitaan rakyat bukanlah akibat oknum yang bisa dihing dengan jari, namun ini merupakan sebuah problem yang sudah menggejala hampir di berbagai jenjang jabatan, mereka berlomba-lomba untuk memupuk kekayaannya. Rakyat rela menjual semua hartanya untuk bertahan hidup karna lapangan pekerjaan yang semakin sempit, banyak yang di PHK, mereka tidak diberikan yang semestinya untuk mereka sesuai dengan yang diperintahkan Undang-Undang. Pejabat yang sebenarnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan memberikan penderitaan.


Jika bicara pejabat negara, sebenarnya gaji mereka kecil namun tunjangan mereka yang besar, tunjangan inilah yang dipakai mereka untuk turun kelapangan dan melihat kondisi rakyat, apakah usaha yang dijalankan rakyat ada hambatan dan halangan, dari sini pejabat negara membuat regulasi terkait itu supaya masalah dapat teratasi. Namun sekarang ini hal itu tidak diindahkah oleh sebagian pejabat, ini membuat ke”curi”gaan rakyat, apakah mereka membuat akumulasi berbisnis? Hal itu dapat dipertanyakan. Karna jika pejabat negara mengikuti kedudukan etis dari pejabat publik yaitu “pejabat harus lebih miskin dibandingkan rakyat”, karna mereka harus menghasilkan distribusi dan tidak punya kaitan apapun dengan bisnis karena mereka telah dibayar oleh negara.


 Dengan kata lain etika tersebut telah dilanggar, dan selama berkuasa mereka tidak sepenuhnya menjalakan tugasnya. Belum lagi hutang negara yang semakin bertambah yang setara dengan bertambahnya kemiskinan rakyat, seharusnya hutang bertambah kemiskinan berkurang karna negara berhutang itu harus menghasilkan kemakmuran. Apakah hutang itu masuknya ke rekening pejabat? Slogan demokrasi “Dari Rakyat Untuk Rakyat” hanyalah mantra untuk menghipnotis rakyat.

0 Comments

Post a Comment