Copot Menteri Kehutanan !!! RECLAASSEERING INDONESIA Perwakilan Wilayah se-Sulawesi Beserta Badan Hukum Untuk Negara, Geruduk Kantor Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup

 



MINANGTIME.COM, Jakarta - Terkait dengan sengketa tapal batas tanah Cisalada, kabupaten Pangandaran, provinsi Jawa Barat, dengan desa Cikalong, kabupaten Ciamis, sejak tahun 1937 terdapat sebidang tanah adat dengan Persil Nomor 159 dan Persil Nomor 169 seluas kurang lebih 33 hektare yang pada tahun 1973 dikuasai sepihak oleh Perhutani KPH Ciamis dengan bukti-bukti kepemilikan yang sangat tidak mendasar alias cacat hukum.


Pada tahun 1973, Perhutani menawarkan penghijauan diatas tanah milik masyarakat adat yang dianggap kosong dan pada saat itu warga Cikalong ikut membantu menghijaukan tanah hak milik (Persil Nomor 159 dan Persil Nomor 169) dengan menanam mahoni, jati, kelapa, pisang.


Namun, dalam perjalanannya, pihak Perhutani menebang tanaman yang ditanam oleh masyarakat. Tanaman yang masih bertahan hanyalah manoni dan jati. Padahal, tanah tersebut jelas-jelas milik masyarakat adat yang merupakan perkebunan masyarakat Cikalong.


Perhutani sudah pernah melakukan rekonstruksi terhadap tanah tersebut, dan panitia pengukuran ulang tanah kabupaten Ciamis akan mensosialisasikan kepada masyarakat Cikalong. Akan tetapi, sangat disayangkan jika ternyata sampai hari ini, tapal batas yang pernah dipasang oleh Perhutani masih terpasang di lokasi rekonstruksi atau patok tersebut masih terpasang di tanah milik masyarakat atau Persil nomor 159 dan Persil nomor 169.


Perlu juga diketahui bahwa dari hasil rekonstruksi Bupati Ciamis telah mengeluarkan surat izin penebangan pada tanggal 25 Mei 2001 Nomor 5222/349/Dishut yang mengizinkan Sdr Oyon/Salja dan masyarakat yang nama-namanya terlampir dalam surat izin penebangan.


Namun, semuanya berubah ketika terjadi pergantian Bupati Ciamis. Dimana dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 522/Kpts.21-Huk/2005, memerintahkan oknum Perhutani dan Kelompok Preman untuk melakukan penebangan secara liar di hutan milik masyarakat atau Persil nomor 159 dan Persil nomor 169 yang dimana ditahun 2001 masyarakat sudah mendapatkan legalitas yang sah secara hukum dari pemerintah menguasai hutan mereka sesuai dengan surat dan bukti-bukti hukum yang terlampir.


Akan tetapi, yang terjadi justru Bupati Ciamis, Engkong Koswara dan Ketua DPRD Ciamis yang sekarang ini menjadi Bupati Pangandaran diduga telah melakukan pemufakatan jahat untuk menguntungkan dan memperkaya diri sendiri serta kelompok dengan menguasai hutan milik masyarakat secara illegal, dengan bukti-bukti kepemilikan yang tidak otentik alias cacat hukum, yang mana mereka mengeluarkan peta lokasi yang kami anggap peta tersebut adalah hasil rekayasa Bupati.


Lebih parahnya lagi adalah uang hasil penebangan yang kami perkirakan berjumlah 64 miliar rupiah tidak pernah disetorkan ke kas daerah oleh Bupati dan diduga kuat dinikmati oleh Bupati beserta antek-anteknya.


Berdasarkan kronologis diatas, maka kami memiliki tuntutan sebagai berikut:


1. Mendesak Presiden RI mencopot Menteri Kehutanan berkaitan dengan dugaan pencurian kayu jati diatas Persil Nomor 159 dan Persil Nomor 169 hutan adat milik masyarakat desa Cikolong, Pangandaran, Jawa Barat.


2. Mendesak Menteri Dalam Negeri untuk memeriksa Bupati Pangandaran berkaitan dengan pembiaran dalam penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat atau Persil Nomor 159 dan Persil Nomor 169 di Desa Cikolong, Pangandaran, Jawa Barat.


3. Mendesak KPK untuk memeriksa Bupati Pangandaran dan antek-antek nya berkaitan dengan anggaran 64 Miliar rupiah dari hasil penebangan kayu milik masyarakat adat di desa Cikolong, Pangandaran, Jawa Barat, yang kami duga anggaran 64 Miliar tersebut tidak masuk kedalam APBD. Namun, diduga dibagi-bagikan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Dan kami menduga anggaran tersebut dipakai untuk pencalonan kepala daerah kabupaten Pangandaran


Tertanda.


Rahmat H. Amahoru, S.Sos. SH. MH ( Ketua RECLAASSEERING INDONESIA Perwakilan se-Sulawesi )

0 Comments

Post a Comment